Skyrocketing Menuju $100,000 Pertama di Upwork

Dwindy Stanza

--

Kalau lo baca judul, lalu ngebuka dan baca story ini, ekspektasi gue lo udah pecah telor dan menembus $1,000 pertama di Upwork. Atau mungkin lo cuma penasaran bagaimana ngeboost karir di Upwork. That’s fine.

Kabar baiknya, menuju $100,000 justru tidak lebih sulit dari menembus $1,000 pertama. Karena di tahap ini seharusnya profile lo udah mulai lebih established dan berisi. Dan harusnya lo udah nggak terlalu butuh effort untuk menemukan client baru, karena “penglaris”nya udah lebih kuat.

Disclaimer

Bagi gue pribadi yang nggak punya garis keturunan sultan, $100k itu banyak, dan gue nggak menjanjikan ini bakalan mudah. Gue sendiri sebagai single fighter, butuh bertahun-tahun menuju ke sana. Dan bisa jadi ini akan sangat ngebosenin atau bikin lo jenuh sewaktu-waktu. Unless you’re GOD in whatever you’re doing, mungkin butuh cuma kurang dari setahun menuju angka itu.

Jadi bagi lo yang pengen menuju $100k dalam waktu super cepat,
mungkin lebih cocok ikutin seminar motivasi bisnis kilat,
yang menjanjikan uang banyak dalam waktu singkat,
ya minimal dapet snack dan sertifikat.
*rhyme intended

But still. Even the destination is still far away, doesn’t mean we cannot enjoy the ride.

First challenge

Banyak yang cerita males lanjutin di Upwork karena menganggap fee-nya kegedean, 20%. Akhirnya tergoda diajak client cabut dari platform demi menghindari fee, dan terjebak drama susahnya nagih client tanpa payung hukum yang jelas.

Gue setuju sih, emang berasa gede kok itu 20%. Lo udah kerja susah payah demi $500, eh malah bagi “jatah preman” $100 ke yang punya platform.

Tapi gue akhirnya mengubah sudut pandang. Kalau disuruh cari sendiri client di luar negeri sana dengan skill gue yang ecek-ecek ini, mampus dah bingung mesti cari ke mana. Kudu buat website sendiri, isi portfolio sendiri, dan gue terlalu males untuk melakukan semua itu (saat ini). Apalagi skill gue bukan sesuatu yang dengan mudah dijadikan pajangan layaknya seniman. Kerjaan gue banyak berkutat dengan data corporate yang mengikat gue dengan NDA (Perjanjian Kerahasiaan).

Jadi gue anggep fee $100 ini cuma uang terima kasih udah dibantu nemuin client yang mampu dan mau bayar gue sampai $500 atau lebih tanpa harus mikir nagih uangnya gimana atau takut nggak dibayar. Upwork ini semacam tempat yang pas buat gue “jual diri” tanpa harus literally jual diri banget.

Maintain long term client

Meski udah mengubah cara mikir, gue juga gak sepenuhnya rela kalau harus terus-terusan bayar fee 20%. Demi menghindari itu, gue lebih suka cari client long term yang punya umur project yang panjang. Let’s say dengan rate misal $20 per jam. Maka hanya butuh 25 jam alias kurang dari seminggu untuk mengurangi fee menjadi 10%. Atau kalau rate lo setengahnya itu, $10, tetap nggak butuh waktu sebulan kok buat nurunin fee. Masih worth the wait lah.

Long term di sini bisa jadi memang kerjaan full time di corporate, atau bisnisnya si client memang sedang laris manis tanjung kimpul sehingga terus-terusan membutuhkan jasa kita.

Gue paham, emang nggak gampang cari client long term, apalagi tipe kerjaan tertentu yang emang cuma butuh bentar doang. Ya sampai disini emang lo harus berkorban buat mantengin Job Feed di Upwork secara berkala, riset keyword job yang lu mau plus keyword “long term” atau “fulltime”.

Kalaupun ada, juga saingannya banyak kaya lalat ngerubungin buah, tapi at least profile lo udah standout karena udah bawa bekal $1,000 pertama tadi.

Keep updating your profile

Profile overview yang gue tulis di Upwork terus mengalami perubahan. Dan ini tergantung apa yang sedang trend dalam karir gue pribadi di Upwork.

Awal gabung di Upwork, gue memposisikan diri sebagai Programmer yang bisa translation. Dan ternyata yang pecah duluan adalah translation. Belum ada yang berubah di sini. Tapi job programming yang gue incar nggak tembus-tembus.

Setelah itu gue hiatus beberapa bulan gara-gara sibuk ngurus pindah kerja kantoran sekaligus pindah kota. Job kedua yang gue dapet malah makin nggak nyambung, yaitu social media manager, yang mana kerjaannya adalah manage scheduling content beberapa akun sosmednya client. Hal baru buat gue, pakai tools baru yang gua sok-sokan bisa hanya modal googling.

Dari sini, gue mulai ngehapus segala yang berbau programming dan mulai memposisikan diri sebagai specialist di bidang social media, dengan ekspektasi makin banyak job social media yang nyantol karena kerjaannya memang super nyaman. Dengan modal itu akhirnya dapet juga beberapa kerjaan terkait sosmed bahkan sampai akhirnya dibikin kaget gara-gara seseorang menemukan gue dengan modal ngegoogle “Social Media Expert” lalu diundang ngisi pelatihan sosmed di salah satu brand kosmetik di Jakarta gara-gara gue “pencitraan” di Upwork.

Tolong Baim ya Allah

Nggak lama dari situ, gue banyak dapet kerjaan seputar internet research. Sampai akhirnya mulai sedikit bosen lalu memposisikan diri sebagai software tester gara-gara tergoda profilenya om Bayu Ari, disini gue mulai kembali rombak profile. Kerjaan dari ngantor pertama sebagai game tester mulai gua pajang sebagai portfolio di Upwork dan “invest” beli iPhone 5s second sebagai alat tempur. Dan gak butuh waktu lama, beberapa job testing mulai berdatangan.

Beberapa tahun sebagai tester, setahun terakhir lagi tantangan baru, yaitu sebagai Market & Brand Insight Analyst. Ini hal baru buat gue pribadi, dan lagi-lagi harus maksa diri gue buat belajar tools baru, belajar metode riset yang belum pernah gue bayangin, belajar qualitative & quantitative analysis. Dan setelah beberapa bulan begadang gara-gara kerjaan baru ini, akhirnya gue mulai dari belagak bisa, maksa supaya bisa, sampai akhirnya bener-bener bisa.

Jadi kalau ditanya kenapa gue betah di Upwork atau remote working secara umum, ya mungkin karena gue beberapa kali switch profesi dan terus mengerjakan hal baru. Dan itu fun, sampai akhirnya nggak berasa ketemu itu angka $100k.

Sorry kalau harus cerita panjang, tapi demi mempertegas poin buat orang yang hard skillnya rada lemah kaya gue, kudu bisa adaptasi dengan trend yang ada. Gue pengen sebenernya jadi specialist, tapi ternyata lebih asik jadi opportunist.

Poin utamanya, lo nggak kudu ikutan juga jadi opportunist. Tapi sesuai judul header ini, betapa pentingnya untuk selalu update profile Upwork lo untuk attract new client yang sanggup bayar lo lebih tinggi.

Learning by Doing

I think that’s it. Nggak butuh banyak trik kok buat boosting career di Upwork. Lo bakal banyak belajar sembari kerja. Nggak usah overthinking dengan pertanyaan kalau gagal gimana, kalau sukses gimana, jalanin aja sampai lo ketemu jawabannya sendiri.

Pernah ada pertanyaan, nggak mau bikin buku atau buka kursus tentang Upwork? Jujur sempat kepikiran. Tapi gue gak kebayang bakal bisa nulis atau buat kurikulum sebanyak apa. Karena lo mungkin hanya butuh baca rules dan aturan main di Upwork supaya nggak kena suspend; dan baca beberapa artikel ringan buat ngumpulin insight, motivasi dan menegaskan niat buat berkarir di dunia remote freelancing. Sisanya, perdalam hardskill yang menunjang karir yang mau lo jalanin. Gabung komunitas semacam grup FB Upworker Indonesia atau Kami Kerja Remote juga sangat membantu buat lo cari inspirasi dari percakapan orang-orang yang “curhat” disana.

Dan yang penting, nikmatin semua prosesnya, jangan manja, push diri lo sendiri sampai ke titik yang orang lain anggap itu di luar batas.

Cheers,

@dstanza

--

--

Responses (2)

Write a response